Kalau Nani Wartabone Masih Hidup, Mungkin Dia yang Pimpin Perlawanan Rakyat Melawan Tambang Besar

Kalau Nani Wartabone Masih Hidup, Mungkin Dia yang Pimpin Perlawanan Rakyat Melawan Tambang Besar

Anki P Putra

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

23 Januari 1942, Gorontalo memproklamasikan kemerdekaannya, tiga tahun lebih cepat dari Indonesia.

Itu bukan sekadar catatan sejarah, tapi simbol bahwa kekuatan rakyat, jika digerakkan oleh keberanian dan moral, bisa mengalahkan apa pun.

Nani Wartabone bukan lagi hanya milik Suwawa. Bukan pula sekadar simbol perlawanan Bone Bolango. Ia adalah sosok nasional yang membuktikan bahwa daerah kecil pun bisa melawan kekuasaan besar jika memiliki keberanian. Kini, semangat itu kembali bangkit.

Perlawanan yang Diteruskan

Hari ini, rakyat Bone Bolango kembali berada dalam tekanan. Bukan dari penjajah kolonial, tapi dari kekuatan ekonomi yang dibungkus dengan janji-janji kemakmuran: tambang emas.

Di balik gemerlapnya emas, ada luka yang menganga. Tanah adat, hutan, sungai, dan kehidupan rakyat diancam hilang. Dan seperti dulu, tawaran harta dan kekuasaan kembali datang. Kali ini, bukan dari Belanda, tapi dari korporasi yang katanya dekat dengan penguasa.

“Perlawanan kalian sia-sia, ini melawan sistem, melawan negara, melawan kekuasaan,” kata mereka yang diam-diam membela perusahaan.

Tapi tidak semua bisa dibeli. Sedikit pun itu tak menggoyahkan langkah rakyat.

Kini, cucu kandung Nani Wartabone, Fajar Wartabone, mengambil tongkat estafet perjuangan. Bersama Tim 20, mereka tidak hanya menolak tambang, tapi ingin mengembalikan tanah ini kepada rakyat.

Apakah tekad mereka sekuat Nani Wartabone dahulu? Waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal yang pasti: sejarah sedang terulang. Dan rakyat, sekali lagi, memilih untuk melawan.