Tambang rakyat, yang sebenarnya menopang ekonomi kerakyatan, dicap “ilegal”. Tapi tambang besar yang tak produktif malah dilabeli “strategis”. Logika macam apa ini? Di negeri ini, yang punya alat berat selalu menang debat.
Sementara Itu, Hutan dan Satwa Menunggu Waktu
Konsesi PT GM mencaplok sebagian hutan lindung dan kawasan produksi terbatas. Di dalamnya, terdapat rumah bagi satwa langka seperti julang Sulawesi.
Tapi jangan khawatir, kita tidak perlu menunggu penambangan aktif untuk kehilangan mereka. Eksplorasi, pembukaan jalan, dan deru alat berat sudah cukup untuk membuat mereka angkat kaki. Mungkin di masa depan, kita hanya bisa melihat mereka di logo LSM atau mural dinding.
Keadilan yang Dipertaruhkan
Pertanyaan sederhananya: untuk siapa tambang ini ada?
Jika jawabannya bukan "rakyat Bone Bolango", maka kita sudah tahu siapa yang selama ini dihidangkan emas dan siapa yang hanya diberi tanah lumpur.
Saatnya Kembali ke Rakyat
Jika perusahaan sudah diberi waktu 26 tahun dan belum menunjukkan hasil, bukankah sudah saatnya kita mencabut “karpet merah” itu?
Jika tambang rakyat dicap sebagai masalah, sementara tambang raksasa justru sumber kerusakan, mungkin kita harus membalik narasi: Rakyatlah solusi, bukan ancaman.
Kembalikan wilayah ini ke tangan rakyat. Legalkan WPR dengan pengawasan yang benar. Biarkan masyarakat mengelola sumber daya dengan cara yang manusiawi, berkelanjutan, dan berkeadilan.