Terkini, Gorontalo - Penangkapan bos tambang batu bara di Kalimantan Timur, Rudy Ong, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sinyal keras bagi seluruh perusahaan tambang di Indonesia.
Rudy Ong ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan pelanggaran perizinan yang terjadi sejak tahun 2010. Kasus lama itu akhirnya menyeret dirinya ke meja hijau setelah bertahun-tahun berjalan.
Kisah Rudy Ong ini kini menjadi cermin yang menakutkan bagi PT Gorontalo Minerals (GM), perusahaan tambang emas yang tengah menjadi sorotan di Gorontalo. Pasalnya, PT GM saat ini sedang menghadapi gugatan hukum terkait dugaan cacat perizinan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kuasa hukum masyarakat lingkar tambang, Rongki Ali Gobel, mengungkapkan sederet kejanggalan dalam dokumen izin PT GM. Dari hasil penelusuran, ditemukan fakta bahwa:
Izin studi kelayakan yang digunakan PT GM justru merujuk pada wilayah di Kotabaru, Kalimantan Selatan, bukan Gorontalo.
Terdapat dokumen duplikat dengan nomor berbeda yang memuat lokasi tambang tidak konsisten.
Sejumlah surat penting tak pernah sampai ke Dinas ESDM Provinsi Gorontalo, meski dijadikan dasar penerbitan izin.
Ada indikasi alih fungsi kawasan hutan untuk kepentingan korporasi tanpa prosedur transparan.
Dalam sidang di PTUN, tim kuasa hukum Rongki Cs telah menyerahkan 47 dokumen bukti. Sementara itu, PT GM hanya mampu menyerahkan 4 dokumen dan Kementerian ESDM 7 dokumen. Ketimpangan ini memicu dugaan publik bahwa ada yang ditutupi dalam proses penerbitan izin.
Bagi para pemerhati hukum, kasus Rudy Ong menjadi contoh nyata bahwa pelanggaran administratif di sektor tambang tidak bisa dianggap sepele.










