80 Tahun Merdeka, Tapi Kami Masih Berjuang untuk Hidup di Tanah Sendiri

80 Tahun Merdeka, Tapi Kami Masih Berjuang untuk Hidup di Tanah Sendiri

Anki P Putra

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Oleh Supriadi Alaina

Gorontalo - Indonesia sedang berpesta. Delapan puluh tahun sudah bangsa ini merayakan kemerdekaan. Di jalan-jalan, bendera berkibar, lagu kebangsaan bergema, dan rakyat bersuka cita.

Namun di Bone Bolango, ada sebagian rakyat yang justru merayakan kemerdekaan dengan rasa waswas.

Kami, yang hidup di lingkar tambang PT Gorontalo Minerals, tengah berhadapan dengan kenyataan pahit: rumah yang bisa saja hilang, ladang yang bisa musnah, dan mata pencaharian yang terancam lenyap. Bukan hanya ketakutan yang kami rasakan, melainkan kepastian bahwa semua itu tinggal menunggu waktu.

Kami melawan. Dari hari ke hari, kami berusaha menyuarakan hak kami. Tapi perlawanan itu sering terasa sunyi. Tidak ada sorak dukungan yang keras, tidak ada tangan yang benar-benar terulur.

Stempel “penambang ilegal” membuat banyak orang menjauh, membuat mereka yang punya pengaruh memilih diam, seakan-akan kami tak pantas diperjuangkan.

Lebih menyakitkan lagi, di Senayan sana ada tiga putra Bone Bolango. Tiga kursi yang seharusnya bisa menjadi suara kami. Tapi hingga kini, belum satu pun dari mereka hadir mendengarkan jeritan kami.

Lalu, untuk siapa sebenarnya mereka duduk di sana?

Untuk siapa mereka berbicara, jika rakyat dibiarkan berjuang mempertahankan tanah airnya sendiri?

Ingin rasanya kami menemui mereka. Duduk berhadapan, bercerita tentang keresahan, tentang perjuangan, tentang ketakutan kami kehilangan segalanya.